Selasa, 17 Januari 2012

sejarah indonesia

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.


Replika tempurung kepala manusia Jawa yang pertama kali ditemukan di Sangiran
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1] di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
[sunting]Era pra kolonial

[sunting]Sejarah awal
Lihat pula: Sejarah Nusantara
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
[sunting]Kerajaan Hindu-Buddha
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha


Prasasti Tugu peninggalan Raja Purnawarman dari Taruma
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
[sunting]Kerajaan Islam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
[sunting]Era kolonial

[sunting]Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara Zaman Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
[sunting]Periode Kejayaan Portugis di Nusantara

Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
[sunting]Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
[sunting]Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
[sunting]Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
[sunting]Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.

Perkembangan Molaritas Keagamaan, Emosi, Dan Afektif

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan molaritas mempunyai peranan penting sebagai dasar atau patokan dalam berpilaku dilingkungan sosial. Oleh karena itu molariras adalah Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu. Lalu Kohlberg mengungkapkan tingkatan dan tahapan perkembangan moralitas individu yaitu tingkat Pre Conventional, Conventioanal, dan Post Conventional.
Perkembangan emosi juga kita harus ketahui terutama tahap perkembangan emosi anak. Pengalaman emosional yang sesuai pada tiap tahap, merupakan dasar perkembangan kemampuan koginitif,sosial,emosional,bahasa,keterampilan dan konsep dirinya di kemudian hari.
1.2 Masalah
Masalh dalam makalah ini akan diarahkan kepada beberapa item penting yaitu:
1. Apa yang dimaksud molaritas itu?
2. Bagaimana tahap perkembangannya?
3. Bagaimana merangsang perkembangan emosi anak?
1.3 Tujuan Permasalahan
Tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana berprilaku baik dilingkungan sosial itu.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan tentang
perkembangan molaritas hingga dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan demikian ini, khususnya pembelajaran tentang perkembangan molaritas perlu ditingkatkan.
 








BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. PERKEMBANGAN MOLARITAS  KEAGAMAAN, EMOSI, DAN AFEKTIF.

 2.1.1. Tahapan Perkembangan Moralitas-Kohlberg
Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian dari lingkungan sosial dimana ia berada, bersamaan itu pula individu mulai menyadari bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan, norma-norma/nilai-nilai sebagai dasar atau patokan dalam berperilaku. Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu disebut moralitas. Dalam hal ini, Kohlberg mengemukakan tahapan perkembangan moralitas individu, sebagaimana tampak dalam  tabel berikut :
Tingkat Tahap
Pre Conventional (0 – 9) Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
Relativistik hedonism
Conventional (9 – 15) Orientasi mengenai anak yang baik
Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas
Post Conventional ( > 15 ) Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial
Prinsip etis universal

 2.1.2. Tahapan Perkembangan Keagamaan
Dengan melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya, pada saat-saat tertentu, individu akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu disebut pengalaman keagamaan (religious experience) (Zakiah Darajat, 1970). Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari.
Abin Syamsuddin (2003) menjelaskan tahapan perkembangan keagamaan, beserta ciri-cirinya sebagai berikut :
a. Masa Kanak-Kanak Awal
Sikap reseptif meskipun banyak bertanya
Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi
Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam
Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
b. Masa Kanak-Kanak Akhir
Sikap reseptif yang disertai pengertian
Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional
Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
c. Masa Remaja Awal
Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura)
Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan
Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan
d. Masa Remaja Akhir
Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya
Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manusia


2.2. PERKEMBANGAN EMOSI
Uraian berikutnya mengenai enam tahapan perkembangan emosi yang harus dilalui seorang anak. Pengalaman emosional yang sesuai pada tiap tahap merupakan dasar perkembangan kemampuan koginitif, sosial, emosional, bahasa, keterampilan dan konsep dirinya di kemudian hari. Tahapan tersebut saling berkesinambungan, tahapan yang lebih awal akan mempersiapkan tahapan selanjutnya. Anak-anak yang diasuh dengan kehangatan dan tidak mengalami gangguan perkembangan biasanya akan mencapai tahapan terakhir secara otomatis pada usia 4-5 tahun, namun anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan bantuan dari orang tua dan professional untuk bisa mencapainya dengan lebih perlahan. Kapan / pada usia berapa tercapainya bukan merupakan hal yang penting bila dibandingkan bagaimana pencapaiannya. Berdasarkan observasi cermat berkelanjutan, bisa diperkirakan pada taraf perkembangan emosi yang mana seorang anak berada. Kemampuan mana yang sudah dikuasainya dengan baik, mana yang membutuhkan penguatan dan mana yang sama sekali belum berkembang. Pengamatan dilakukan saat bermain, berinteraksi dan melakukan aktifitas sehari-hari. Pengamatan dimasukkan dalam daftar 'rating scale' disertai umur pencapaiannya (untuk skor A). N-never (kemampuan tersebut tidak pernah tampak), S-sometimes (kemampuan tersebut kadang-kadang tampak), A-always (kemampuan tersebut selalu tampak) dan L-loses (kemampuan tersebut hilang saat stress: lapar, marah, lelah, dll).
2.2.1. Garis Pedoman Umum, Merangsang Perkembangan Emosi Anak
1. Tenangkan anak, terutama saat ia marah atau tidak senang,        dengan memeluk hangat, lembut tetapi erat, intonasi yang ritmis dan kontak mata yang hangat. Jangan tegang atau kuatir karena hal tersebut akan dirasakan oiehnya dan semakin membuatnya tidak tenang.
2. Cari cara interaksi yang bisa memancing keterlibatan; ekspresi wajah,bunyi, sentuhan, dll. Perhatikan profil sensoriknya.
3. Cari berbagai pendekatan, eksplorasilah bersama-sama sampai menemukan cara mana yang paling disukainya.
4. 'Bacalah' dan berespon terhadap sinyal emosi anak, ada saat ia membutuhkan kedekatan namun ada juga saat ia ingin menjadi lebih asertif dan mandiri. Ikuti apa yang diinginkannya, jangan memaksakan 'agenda' kita.
5. Tunjukkan kegembiraan, antusiasme dan gairah dalam berinteraksi
6. Doronglah anak untuk melangkah ke tahap perkembangan berikutnya;
mengambil inisiatif, memecahkan masalah, bermain pura-pura, membahasakan emosi, menghadapi realitas dan bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya (konsekuen)
7. Jangan terlalu/kurang menstimulasi dan memancing interaksi
8. Jangan terlalu mengontrolnya, ikuti pola dan keinginan anak
9. Jangan terlalu konkrit dalam bermain padahal ia sudah beralih ke tahap yang lebih abstrak, ikuti pola berpikir dan imajinasinya.
10. Jangan menghindari area emosi yang tidak disukainya, supaya anak belajar juga menghadapinya
11. Jangan mundur bila anak bereaksi emosi keras, tetaplah pada tujuan (konsisten) tetapi tenangkan dia.
   Emosi Berperanan Banyak Dalam Proses Berpikir Kita
mengarahkan aksi dan tingkah laku
memungkinkan mengontrol tingkah laku
memberi arti terhadap pengalaman
menyimpan, mengorganisasi dan mengingat kembali pengalaman
menggagas pengalaman baru
memecahkan masalah
berpikir kreatif, selektif, logis, tidak idiosinkretik (aneh)
memahami kalimat lisan maupun tulisan ('rasa' bahasa)
memahami konsep kuantitas, waktu, ruang, sebab-akibat yang bersifat 'relatif
membentuk konsep diri, pengertian atas diri (dengan membandingkan
perasaan dengan situasi yang dialaminya)
memisahkan realitas dan fantasi
mengendalikan tingkatan perkembangan emosi, sosial dan intelektual
2.2.2.PerkembanganEmosi.
Perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan disebabkan oleh berbagai dorongan dan minat. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.

    A.Pengertian Emosi.
Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982 : 59). Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, tidak jelas batasnya.                                          

    B.Karakteristik Perkembngan Emosi.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada macam dan deajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
1) Cinta / kasih sayang
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Perasaan ini dapat disembunyikan.
2) GembiraRasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh cinta.
3) Kemarahan dan permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri.
4) Ketakutan dan kecemasan
Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut.

   Menurut Biehler (1972) ciri-ciri emosional remaja terbagi menjadi 2 :
   Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun :
     1. Banyak murung dan tidak dapat diterka
     2. Bertingkah laku kasar
     3. Ledakan kemarahan
     4. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif
   Ciri-ciri emosional remaja berusia 15-18 tahun :
     1. Pemberontakan
     2. Mengalami konflik dengan orang tua mereka
     3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 960 : 266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain :
1) Belajar dengan cara coba-coba
Lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal, dibandingkan sesudahnya.
2) Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3) Belajar dengan cara mempersamakan diri
Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
4) Belajar melalui pengkondisian
Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak,. Penggunaan metode ini semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka.


5) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasa, terbatas pada aspekreaksi Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Banyak kondisi-kondisi sehubungan dengan pertumbuhan anak sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan-perubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ketika ia merasa remaja. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.

2.2.4. Hubunga Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Seseorang yang tidak mudah terganggu emosinya cenderung mempunyai pencernaan yang baik. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Sikap malu-malu, takut atau agresif dapat merupakan akibat dari ketegangan emosi atau frustasi dan dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu atau situasi tertentu. Rangsangan yang menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan rangsangan yang menyenangkan akan mempermudah siswa belajar.
2.2.5. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi.
Dalam perkembangan emosi terdapat dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga saat pemunculannya. Perbedaan ini terlihat mulai sebelum masa bayi berakhir. Ekspresi emosional anak-anak, berbeda-beda disebabkan oleh keadaan fisik anak, taraf intelektual dan kondisi lingkungan.









2.2.6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya didalam Penyelenggaraan Pendidikan.
Emosi remaja awal cenderung banyak melamun dan sulit diterka, cara yang dapat dilkukan guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi ledakan kemarahan kita dapat mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru. Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah mencoba untuk mengerti mereka dan melakukan sagala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan.                                                    


2.3. PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP
A.  Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, Sikap serta Pengaruh terhadap Tingkah Laku Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya. Moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatuhal. Keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan berwujud tingkah laku.
B.  Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitutingkat: I Prakonvensional II Konvensional III Postkonvensional Tingkat I ; Prakonvensional Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman Pada stadium 2, Berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang(hedonistik).Merekabahwasetiapkejadianmempunyaibeberapasegi.TingkatII:KonvensionalStadium 3, orientasi mengenai anak yang baik, anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baikolehoranglain.Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial danotoritas. Tingkat III : Pasca-Konvensional Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial, hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Stadium 6. Tahap ini disebut prinsip universal, pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subjektif. Ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata bahwa faktor lingkungan memegang peranan penting, yang sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah laku yang sesuai.
Para sosiolog berangapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya. Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak. Moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget.
D.  Perbedaan individual dalam Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Penngertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pengertian mengenal aspek moral pada anak-anak lebih besar, lebih lentur dan nisbi. Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional. Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan yang mempengaruhi perkembangan moral, terdapat berbagai rangsangan yang diterima oleh anak-anak dan ini mempengaruhi tempo perkembangan moral. Dalam kenyataan sehari-hari selalu saja ada gradasi dalam intensitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai nilai-nilai tertentu, apa pun nilai tersebut. Perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai dan moral sabagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.
E.  Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya dipahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 : 17). Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita dihadapkan dalam masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
1) Menciptakan Komunikasi.
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok.
2)Mencitakan Iklim Lingkungan yang Serasi.
Usaha pengembangan tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif dimana faktor-faktor lingkungan itu sendiri, merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai tersebut. Lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tuadanguru. Bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengaja, mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.









BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian tentang resepsi sastra di atas dapat penulis simpulkan beberapa hal, di antaranya:
1. Molaritas adalah Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu.
2. Warna afektip adalah Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari.
3. Menurut Biehler (1972) ciri-ciri emosional remaja terbagi menjadi 2 :
a. Ciri-ciriemosionalremajaberusia12-15tahun:
1.Banyak murung dan tidak dapat diterka
2.Bertingkahlaku kasar
3.Ledakan kemarahan
4. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif
b. Ciri-ciri emosional remaja berusia 15-18 tahun:
1.Pemberontakan
2.Mengalami konflik dengan orang tua mereka
3.Seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka.                            .                                            .









DAFTAR FUSAKA
http://www.google.com, perkembangan molaritas, perkembangan emosi.

Sintaksis dalam Linguistik

Dalam linguistik, sintaksis (dari Yunani Kuno: συν- syn-, "bersama", dan τάξις táxis, "pengaturan") adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini, kata sintaksis juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun, sebagaimana "sintaksis Irlandia Modern."
Penelitian modern dalam sintaks bertujuan untuk menjelaskan bahasa dalam aturan ini. Banyak pakar sintaksis berusaha menemukan aturan umum yang diterapkan pada setiap bahasa alami. Kata sintaksis juga kadang digunakan untuk merujuk pada aturan yang mengatur sistem matematika, seperti logika, bahasa formal buatan, dan bahasa pemrograman komputer.Karya mengenai tata bahasa telah ditulis jauh sebelum sintaksis modern datang; Aṣṭādhyāyī dari Pāṇini sering disebut sebagai contoh karya pra-modern yang menyebutkan teori sintaksis modern.[1] Di Barat, penggunaan pikiran yang kemudian dikenal sebagai "tata bahasa tradisional" berawal dari karya Dionysius Thrax.
Selama berabad-abad, karya mengenai sintaksis didominasi oleh suatu kerangka kerja yang dikenal sebagai grammaire générale, pertama dijelaskan tahun 160 oleh Antoine Arnauld dalam buku dengan nama yang sama. Sistem ini mengambil dasar pikirnya berupa anggapan bahwa bahasa adalah refleksi langsung dari proses pemikiran dan karena itu ada sebuah cara yang alami untuk mengekspresikan pikiran. Cara itu, secara kebetulan, adalah cara yang sama yang diekspresikan dalam bahasa Perancis.
Tetapi, dalam abad ke-19, dengan pengembangan ilmu bahasa perbandingan sejarah, para pakar bahasa mulai menyadari keragaman bahasa manusia, dan mempertanyakan anggapan dasar mengenai hubungan antara bahasa dan logika. Mulai jelas bahwa tidak ada cara yang paling alami untuk mengekspresikan pikiran, dan logika tak bisa lagi dijadikan sebagai dasar untuk mempelajari struktur bahasa.
Tata bahasa Port-Royal membuat pembelajaran sintaksis terhadap logika (memang, sebagian besar Port-Royal Logic disalin atau diadaptasi dari Grammaire générale[2]). Kategori sintaksis diidentifikasikan dengan kategori logika, dan semua kalimat diteliti dalam struktur "Subyek - Penghubung - Predikat". Awalnya, pandangan ini diadopsi oleh pakar bahasa perbandingan awal seperti Franz Bopp.
Peran penting sintaksis dalam ilmu bahasa teoritis menjadi lebih jelas pada abad ke-20, sehingga dijuluki "abad teori sintaksis" karena ilmu bahasa juga dilibatkan. Untuk survei yang lebih mendetil dan jelas mengenai sejarah sintaksis dalam dua abad terakhir, lihat karya monumental oleh Graffi (2001).

sastra

Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah:
Novel
Cerita/cerpen (tertulis/lisan)
Syair
Pantun
Sandiwara/drama
Lukisan/kaligrafi